Ilustrasi dan Renungan Part-7

Tuhan Mengasihiku dan Tuhan Mengujiku

==============

Tuhan selalu mengasihi umatnya yang sedang mengalami cobaan. Ia akan selalu memberikan pertolongan jika kita memanjatkan doa kepadaNya. Ia akan mengangkat kita dari sebuah masalah dan memberikan kecukupan. Tapi Ia akan memberikan ujian kepada umatNya, apakah ia layak memperoleh semua kecukupan yang diberikanNya.

Berikut dibawah ini sebuah pengakuan yang disampaikan oleh seorang yang percaya kepada Yesus Kristus tentang pengalaman pribadinya.

Sebut saja namaku C. Awalnya aku berasal dari keluarga sederhana,

dimana ayahku telah meninggal dunia dan ibuku hanya seorang bidan biasa. Ia membanting tulang sekuat tenaga untuk menhidupi keluarganya. Ibuku seorang yang sangat tekun berdoa, ke gereja bahkan ia menjadi pelatih koor di sebuah gereja.

Ia merupakan contoh hidup yang paling dekat dalam hidupku tentang

seorang manusia yang hidupnya mengandalkan kepada Yesus Kristus. Ketika ayahku meninggal Ia tidak meninggalkan banyak harta, hanya sebuah rumah secukupnya. Itu pun cukup untu berteduh bagi kami berdua.

Dalam masa kesusahan tersebut kami berdua selalu berdoa dulu kepada Yesus Kristus untuk membimbing kami dalam melangkah. Walaupun kami susah secara ekonomi tapi hati kami tidaklah susah karena merasa ada seorang BAPA yang selalu menjaga dan melindungi mendengarkan segala keluh kesah kami. Ia merupakan sumber penghiburan bagi kami. Ia selalu memberikan jalan keluar terhadap segala permasalahan yang kami hadapi.

Semuanya serba cukup walaupun dalam keadaan hidup sederhana. Maksudnya kami bisa makan minum secukupnya 3 hari sehari, badan selalu sehat tidak ada penyakit parah yang kami derita, kebutuhan sehari hari selalu tersedia walaupun sederhan. Kami tidak komplain akan hal ini.

Setelah beberapa tahun menjalani hidup berdua saja. Aku berhasil

menyelesaikan kuliahku dan meraih gelar sederhana. Hal ini disambut tangis bahagia oleh ibuku dan keluarga besarku. Sepertinya jerih payah dan ketabahan hidup ini telah terbalaskan semua. Yesus Kristus tampaknya memberikan kasih karunia kepada kehidupan kami berdua.

Seusai menyelesaikan sekolah, akupun mendapat pekerjaan di sebuah

perusahaan penanaman modal luar negri. Karierku berkembang dengan pesat semuanya berjalan dengan mulus dan sepertinya Yesus Kristus selalu menjaga dan melimpahkan semua berkat kepada kami. Perekonomian kami membaik, aku bisa memperbaiki rumah yang sederhana dulu bahkan bisa mengendarai mobil yang harganya ratusan juta rupiah. Padahal mempunyai mobil mewah hanyalah merupakan impian saja.

Di balik perbaikan perekonomian yang besar itu sebenarnya ada gejolak batin dalam diri ini. Aku memperoleh ke kayaan itu sebenarnya melanggar ajaran Tuhan. Aku bisa demikian cepat kaya karena melakukan kolusi dengan relasi perusahaanku. Aku melakukan up grade dari harga sebenarnya. Up grade harga itu yang demikian besar aku bagi dua dengan relasi tersebut.

Aku menjadi gelisah. Apakah hal ini yang diinginkan oleh Yesus Kristus

dalam hidupku. Hatiku mulai menjerit dan menangis. Terlebih lagi setelah kusadari bahwa aku belakangan ini semakin jarang pergi ke gereja atau membaca firman Tuhan.

Hal ini disebabkan kesibukan ku dalam bekerja. Aku bekerja dari pagi

hingga larut malam. Sabtu – Minggu sering berada diluar kota dan luar

negeri untuk tugasku. Untuk membuka Alkitab dan berdoa di malam untuk mengucap syukur semakin susah. Karena diri ini terlalu lelah untuk melakukan hal itu. Bila melihat tempat tidur, diri ini inginnya tidur dan bila badan menyentuh busa tempat tidur. Langsung pless…. Tidur pulas.

Hatiku semakin merasa sakit dan sedih. Kenapa ketika secara materi

bercukupan, aku merasa semakin jauh dengan Tuhan Yesus ? Ia seperti jauh, tidak seperti seorang BAPA yang selalu menjaga dan memperhatikan anaknya. Ia tidak seperti BAPA yang selalu melindungi diriku. Aku pun menangis. Ini semua salahku dan aku menyadari kalau aku ini tidak sanggup untuk menanggung beban tanggung jawab yang diberikan Yesus Kristus kepadaku.

Ia memberikan ilmu dan kesempatan bagi diriku untuk bisa memperbaiki kehidupan sesuai dengan ajaran Tuhan ternyata tidak bisa aku pertanggung jawabkan. Aku sangat merindukan kehadiran Yesus Kristus seperti dulu, seperti aku masih susah. Ia sungguh dekat dengan kami sekeluarga.

Aku pun memutuskan untuk keluar dari pekerjaanku karena merasa tidak memperoleh ketenangan. Tapi keinginan ini mendapat tentangan dari ibuku.

Ia merasa jerih payah menyekolahiku baru terbalaskan. Ia ingin

menikmati hari tuanya dengan serba kecukupan. Oh, Tuhan ternyata engkau juga menguji iman ibuku. Engkau mengijinkan si iblis untuk menguji kesetian ibuku dengan harta dan kemulian.

Aku pun menangis dan memohon ampun kepada Tuhan. Janganlah diriMu memberikan suatu pencobaan yang melebihi kemampuan dari umat yang percaya kepadaMu. Aku mencoba dengan berdoa agar ibuku mau tersadar kembali dan hidup sesuai dengan ajaran Tuhan.

Doa yang ku panjatkan kepada Yesus Kristus membuahkan hasil ibuku mulai menyadari kalau kehidupan kami seperti tanah gersang yang merindukan hujan. Tidak ada artinya kekayaan yang melimpah bila hati kami menderita. Akhirnya ia menyetujui permintaanku untuk mundur dari tempat bekerja.

Aku pun memulai hidup dengan usaha kecil kecilan dalam berbisnis. Susah memang dan penghasilannya kecil serta tidak tetap. Tapi hati kami selalu berada dalam ketenangan dan merasakan kembali kedekatan dengan Tuhan Yesus. Ia seperti BAPA yang menjaga dan melindungi anaknya.

Berdasarkan pengalaman ini, aku pun jadi teringat akan sepenggal

kalimat dari Doa Bapa Kami…. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya…

Amien….

GBU


Dikunjungi YESUS di Ruang Tahanan

==============

Suatu kali Presiden Megawati mengadakan kunjungan kerja ke Lampung. Di antara para penyambutnya itu terdapat seorang purnawirawan ABRI.

Walau wajahnya sudah berkerut-kerut tetapi sisa-sisa kegagahan militer masih tampak dari sikap tubuhnya. Begitu Megawati melintas di depannya, pria ini bersikap sempurna sambil menghormati.

Langkah Bu Mega terhenti sejenak sambil mengamati wajah pria ini.

Dia berusaha menggali ingatannya akan kenangan yang sudah lama sekali. “Lho,Paklik kok ada di sini?” tanya bu Mega setelah berhasil mengingat siapa pria ini. “Sekarang Paklik kerja apa?” lanjut Bu Mega.

“Oh, sekarang saya menjadi hamba Tuhan di wilayah sini,” jawab pria ini. “Oh, bagus itu,” kata Bu Mega.

Itulah sepenggal kisah pengalaman R. Moch. Erwin Soetikno, SH. Ketika masih berdinas di ketentaraan, ia pernah bertugas sebagai pengawal kepresidenan. Maka tak heran jika Erwin sangat dekat dengan anak-anak presiden,termasuk dengan Megawati. Erwin masih mengenang masa-masa ketika Megawati dan

saudara-saudaranya main kuda-kudaan dengannya.

Erwin pura-pura menjadi kuda dan anak-anak presiden bergantian naik di punggungnya. Akan tetapi huru-hara politik tahun 1965 telah mengubah jalan hidupnya.

Tanpa dakwaan yang jelas, Erwin dijebloskan ke tahanan militer. Rupanya ini bagian dari rencana Tuhan atas hidupnya. Justru di dalam penjara ini, dia melihat penampakan Yesus.

Bagaimana kisah pertobatannya?

Ikutilah kesaksian ketua umum tim “Mawar dari Saron” ini, yang dituturkan kepada Purnawan Kristanto. Mengenal Yesus di tengah Rasa Sepi Aku mulai mengenal Yesus di penjara, tepatnya di Rumah Tahanan Militer Kodam 08, Brawijaya. Hidup jauh dari anak dan isteri, membuatku merasa kesepian. Untuk membunuh rasa itu, aku lalu meminjam buku bacaan pada salah seorang kopral di penjara.

Karena tak punya bacaan lain, kopral yang bernama Yohanes itu meminjamkan Alkitabnya padaku.

Dalam waktu 40 hari aku dapat membaca tuntas isi Alkitab mulai Dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Dari Alkitab yang masih tertulis dalam bahasa Indonesia ejaan lama itu, aku banyak membaca ayat-ayat yang “menyakiti” hatiku sebagai umat penganut agama lain. Namun, justru karena itulah aku jadi makin bersemangat mendalami Alkitab. Aku mulai gelisah saat membaca, “Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).

Selama lebih dari setahun, tepatnya sejak tanggal 11 Agustus 1968 hingga 10 Juni 1969, aku tidak mempunyai kegiatan selain mempelajari Alkitab. Sejak dulu, aku memang termasuk pemeluk agama yang fanatik dan senang mempelajari kitab. Setelah sekian lama mendalami Alkitab, akhirnya aku mendapat

jawaban atas semua pertanyaanku selama ini. Seketika itu juga, pandanganku terhadap orang Kristen berubah.

Aku tidak lagi menganggap mereka kafir, sebaliknya aku malah ingin berdoa dengan cara Kristen.

Dikunjungi Yesus di Penjara.

Sejak itu, setiap kali bangun atau sebelum tidur, sesudah atau sebelum makan aku selalu memanjatkan “Doa Bapa Kami” karena hanya itulah doa yang aku tahu. Hingga pada suatu siang di tahun 1969, aku mengalami peristiwa besar yang membuatku makin percaya pada Yesus.

Saat sedang terbaring di pembaringanku di penjara tiba-tiba ada sinar terang benderang masuk ke ruanganku. Bersamaan dengan sinar itu aku melihat sosok Yesus berdiri dengan tangan yang masih nampak bekas lukanya mengarah padaku seakan memberi salam berkat.

Penampakan itu hanya terjadi dalam waktu sekejap saja. Aku yakin sekali, dia pasti Yesus karena wajahnya sama persis dengan gambar yang sering aku lihat ketika SMA dulu.

Setelah melihat penampakan itu, aku jadi semakin mantap ikut Yesus. Rasanya, Dia mengajariku secara langsung. Aku belajar ayat-ayat yang menurutku sangat dahsyat seperti tentang iman sebesar biji sesawi yang bisa memindahkan gunung (Mat. 17:20).

Untuk lebih mendalami imanku, aku melakukan doa dan puasa selama 50 hari berturut-turut. Waktu itu aku juga berjanji pada Tuhan, kalau saja aku dapat bebas tanpa proses pengadilan, aku akan menjadi Kristen. Dan, mulai tanggal 10 Juni 1969 aku memenuhi janji itu karena aku dibebaskan dari penjara tanpa syarat.

Isteri Minta Cerai.

Selepas dari penjara, aku langsung pulang ke daerah asalku, Lampung untuk berkumpul kembali dengan isteri dan keenam anakku. Suatu hari, ketika kami makan, isteriku sangat kaget melihat aku berdoa dengan cara yang berbeda. Saat itu aku baru berterus terang kalau aku sudah memeluk Kristen.

Begitu mendengar berita itu, isteriku langsung marah dan pergi meninggalkanku untuk kembali ke rumah orang tuanya. Tak hanya itu, dia bahkan langsung mengajukan gugatan cerai. Dia menganggap pernikahan kami telah batal karena aku berpindah agama. Ternyata, niat isteriku tidak direstui oleh orang tuanya bahkan jika isteriku nekad minta cerai maka mereka akan mengusirnya dari rumah. Adat Lampung Seputih, kampung asal isteriku, memang tidak mengenal istilah cerai. Aku dan isteriku sempat pisah rumah selama kurang lebih tiga tahun. Ketika akhirnya ia kembali ke rumah, kami tetap beribadah dengan cara masing-masing karena aku memang tidak mau memaksa dia.

Sementara itu, aku makin mantap mendalami kekristenan. Pada tahun 1970, aku belajar di sebuah sekolah Alkitab di Surabaya. Setelah selesai, masih pada tahun yang sama aku menjadi pendeta di GPI, Sumatera Utara. Meski aku sudah jadi pendeta, isteriku masih tetap menjalankan ibadahnya. Aku pun mendapat tantangan yang sangat keras darinya.

Dia sering memarahi anak-anakku yang waktu itu masih SD karena mereka ikut ke Sekolah Minggu. Tak hanya itu, dia juga sering menanyakan kapan aku akan kembali ke agamaku yang dulu. Aku berusaha menerangkan kebenaran firman Tuhan tetapi dia masih mengeraskan hatinya. Ketika anak-anak duduk di bangku SMP, isteriku mulai sedikit berubah. Ia tidak lagi menganiaya anak-anak bahkan sebaliknya, dia sudah mulai berdoa.

Isteri Minta Dibaptis

Sampai Oktober 1984, isteriku masih tetap menanyakan kapan aku kembali beribadah dengan cara seperti dia. Aku langsung menjawab, “Besok, ketika kita sarapan pagi!”. Mendengar jawaban itu, isteriku malah menantang, “Kenapa tidak malam ini saja?” Aku pun menjawab tantangan isteriku. Malam itu juga aku meminta dia mengumpulkan saudara-saudara untuk menjadi saksi.

Di hadapan mereka, aku mengutip salah satu ayat dalam kitab suci agamaku yang dulu. Menurut pemahamanku, ayat itu memperbolehkan seseorang memiliki istri lebih dari satu. Aku lalu mengajukan syarat itu untuk kembali ke agamaku. “Asal boleh punya isteri lebih dari satu, aku mau kembali,”

Begitu kataku dan Isteriku menanggapi pernyataan itu tanpa kata, hanya matanya yang melotot menandakan ketidaksetujuannya atas syarat yang aku ajukan. Sebulan setelah kejadian itu, isteriku mem-buat kejutan. Dia menyatakan keinginan-nya untuk dibaptis. Tetapi ia tidak mau pembaptisan itu dilakukan olehku dan di Lampung. Dia memilih dibaptis oleh salah satu murid terbaikku di Sekolah

Alkitab GPI.

Waktu itu aku sudah menjadi pendeta wilayah di daerah Lampung, Sumatera Selatan, Padang dan Riau. Tanggal 14 November 1984, akhirnya isteriku menjadi pengikut Kristus ditandai dengan pembaptisan di kolam di Caltex Pasific Indonesia, Rumbai – Pekanbaru Riau.

Menjadi Isteri Yang Saleh

Sejak itu, dia menjadi seorang Kristen yang sangat taat, bersemangat dan hafal hampir semua isi Alkitab bahkan jauh lebih hafal dibandingkan aku. Dia menjadi tempatku bertanya jika aku lupa isi suatu ayat. Kami berdua sering melakukan doa dan puasa. Meski tidak terlibat pelayanan secara intensif, dia kerap bersaksi akan kasih Kristus dalam kehidupannya di mana pun ia berada.

Hasilnya, banyak penduduk asli Lampung yang percaya pada Kristus, Salah satunya Pdt. Siti Umayah. Ya, isteriku menjadi seorang Kristen yang sangat bersenang hati dan mendukungku dalam pelayanan. Hingga akhir hayatnya, dia tetap memegang teguh kepercayaannya pada Kristus.

Tanggal 11 Desember 1999, isteriku menghadap Tuhan dengan tenang, dalam keadaan tidur dan tanpa merasakan sakit. Saat ini, aku menjadi ketua tim “Mawar Dari Saron” sebuah lembaga pelayanan yang khusus bergerak di bidang pemberian beasiswa untuk sekitar 116 hamba Tuhan yang tinggal di pedesaan dan tersebar di Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Jawa.

Kini, seluruh hidupku kupersembahkan hanya untuk kemuliaan nama-Nya.


MEJA KAYU

==============

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya.

Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu, ” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.

Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Kesaksian seorang Rahib Budha dari negara Myanmar…


SHALLOM ALHAIKEM..

==============

Kesaksian yang luar biasa dari seorang Rahib Budha di Myanmar (Burma)

yang hidup kembali menjadi seorang yang diubahkan.

Tahun – tahun awalku

Halo, nama saya Athet Pyan Shinthaw Paulu. Saya dari negara Myanmar.

Saya ingin berbagi dengan anda kesaksian saya ini tentang apa yang

terjadi pada saya, tetapi sebelumnya saya ingin menceritakan sedikit

latar belakang saya sejak saya kecil. Saya dilahirkan tahun 1958 di

kota

Bogale, di daerah delta Irrawaddy Myanmar selatan (dahulu Burma). Orang

tua saya penganut agama Budha yang beriman (taat) seperti kebanyakan

orang di Myanmar, memanggil saya si Thitphin (yg artinya pohon).

Kehidupan di mana saya bertumbuh sangat sederhana. Pada umur 13 tahun

saya keluar sekolah dan mulai bekerja di perahu nelayan. Kami menangkap

ikan juga udang di beberapa sungai besar dan kecil di daerah Irrawaddy.

Pada umur 16 saya jadi pemimpin perahu. Saat itu saya tinggal di utara

pulau Mainmahlagyon (Mainmahlagyon artinya pulau wanita cantik), di

bagian utara Bogale dimana saya dilahirkan. Tempat ini kira kira 100

mil

barat daya Yangoon (Rangoon) ibu kota negara kami.

Suatu hari waktu saya berumur 17 tahun, kami menangkap banyak sekali

ikan dalam jala kami. Saking banyaknya ikan yang kami tangkap, seekor

buaya besar tertarik perhatiannya. Buaya itu mengikuti perahu kami dan

mencoba menyerang kami. Kami jadi ketakutan sehingga dengan panik kami

mendayung perahu kami menuju tepian sungai secepatnya. Buaya itu

mengikuti kami dan menyerang perahu kami dengan ekornya.Walaupun tidak

ada yang mati dalam kejadian ini, serangan itu mempengaruhi kehidupan

saya. Saya tidak mau lagi menangkap ikan. Perahu kecil kami tenggelam

kena serangan buaya itu. Malam itu kami pulang ke kampung naik perahu

tumpangan. Tak lama sesudah itu, bos ayah saya memindahkan ayah saya

ke kota Yangoon (sebelum disebut Rangoon). Pada umur 18 saya dikirim

kesebuah biara menjadi Rahib muda.

Kebanyakan orang tua di Myanmar berusaha mengirimkan anak laki-laki

mereka ke biara Budha, setidaknya satu kali, karena merupakan suatu

kehormatan mempunyai anak laki-laki melayani dengan cara ini. Kami

telah

mengikuti adat ini ratusan tahun.

Seorang murid yang bersemangat

Pada saat saya mencapai umur 19 tahun 3 bulan (thn 1977) saya jadi

Rahib. Rahib atasan saya di biara itu memberi saya sebuah nama Budha

baru yang sudah menjadi adat/kebiasaan di negara saya. Saya dipanggil U

Nata Pannita Ashinthuriya. Pada waktu kami menjadi Rahib kami tidak

lagi

menggunakan nama yang diberikan orang tua pada waktu lahir. Biara

tempat

saya tinggal disebut Mandlay Kyaikasan Kyaing. Nama Rahib kepala ialah

U

Zadila Kyar Ni Kan Sayadaw (U Zadila adalah gelar). Dia Rahib yang

sangat terkenal di seluruh Myanmar pada waktu itu. Setiap orang tahu

siapa dia. Dia sangat dihargai oleh orang-orang dan disegani sebagai

guru besar. Saya katakan dulu karena pada tahun 1983 dia tiba-tiba mati

dalam kecelakaan mobil yang fatal. Kematiannya mengejutkan semua orang.

Saat itu saya sudah 6 tahun jadi Rahib. Saya berusaha jadi Rahib

terbaik

dan mengikuti semua ajaran Budha. Pada suatu tingkat tertentu saya

pindah ke sebuah kuburan yang kemudian saya tinggali dan bermeditasi

secara kontinyu. Beberapa Rahib yang sungguh-sungguh mengikuti

kebenaran

Budha melakukan hal yang saya lakukan ini. Beberapa bahkan pindah ke

hutan dimana mereka hidup menyangkal diri dan miskin. Saya cari

penyangkalan diri, fikiran dan keinginan, untuk menghindari penyakit

dan penderitaan dan membebaskan diri dari kehidupan duniawi.

Di kuburan saya tidak takut setan, saya berusaha untuk mencapai

kadamaian batin dan sadar diri sampai sampai bila ada nyamuk hinggap

ditangan saya membiarkannya menggigit tangan saya dari pada

mengusirnya.

Bertahun-tahun saya berusaha untuk jadi Rahib terbaik dan tidak

menyakiti mahluk hidup. Saya belajar pelajaran Budha suci ini seperti

semua nenek moyang kami lakukan sebelum saya. Kehidupan saya sebagai

Rahib berjalan terus sampai suatu waktu saya menderita sakit keras.

Saya ada di Mandalay waktu itu dan harus dibawa ke rumah sakit untuk

perawatan. Dokter melakukan beberapa pengecekan pada saya dan

memberitahu saya bahwa saya terjangkit penyakit kuning dan malaria

bersamaan. Sesudah sebulan di rumah sakit saya malah makin gawat.

Dokter memberi tahu saya bahwa tak ada harapan sembuh untuk saya dan

mengeluarkan saya dari rumah sakit untuk mempersiapkan kematian.

Inilah penjelasan singkat masa lalu saya. Sekarang saya ingin

menceritakan beberapa hal luar biasa yang terjadi pada diri saya

sesudahnya.

Penglihatan Yang Mengubah Hidup Saya Selamanya

Sesudah saya dikeluarkan dari rumah sakit saya kembali ke tempat di

mana

para Rahib yang lain mengurus saya. Saya makin hari makin lemah dan

makin susut karena badan busuk dan bau kematian, dan akhrinya jantung

saya berhenti berdenyut. Tubuh saya dipersiapkan untuk kremasi dan

melalui tata cara pemurnian agama Budha.

Walaupun tubuh saya mati tapi saya ingat dan sadar dalam fikiran dan

roh

saya. Saya ada dalam badai besar. Angin kencang meniup seluruh daratan

sampai tidak ada pohon atau apapun yang berdiri, semua rata, saya

berjalan sangat cepat di jalan rata itu untuk beberapa lama. Tak ada

orang lain, hanya saya sendiri, kemudian saya menyeberang sebuah

sungai.

Di seberang sungai itu saya melihat danau api yang sangat sangat besar.

Dalam agama Budha kami tidak ada gambaran tempat seperti ini. Pada

mulanya saya bingung dan tak tahu bahwa itu adalah neraka sampai saya

lihat Yama, raja neraka (Yama adalah nama untuk raja neraka dalam

kebudayaan Asia) mukanya seperti singa, badannya seperti singa ,

tetapi kakinya seperti seekor naga (roh naga). Dia mempunyai beberapa

tanduk di kepalanya. Wajahnya sangat mengerikan dan saya sangat

ketakutan. Dengan gemetar, saya tanya namanya. Dia jawab “Saya adalah

raja neraka, si Perusak!”

Danau Api Yang Sangat Mengerikan

Raja neraka memberi tahu saya untuk melihat ke danau api itu. Saya

memandang dan melihat jubah warna kunyit yang biasa dipakai rahib Budha

di Myanmar. Saya memandang dan melihat kepala gundul seorang laki-laki.

Waktu saya lihat wajah orang itu saya mengenalinya sebagai U Zadila

Kyar

Ni Kan Sayadaw (rahib terkenal yang mati kecelakaan mobil tahun 1983).

Saya tanya raja neraka mengapa pemimpin saya, diikat dalam danau

penyiksaan ini. Saya tanya “Mengapa dia ada dalam danau api ini? Dia

seorang guru yang baik.” Dia bahkan mempunyai kaset pengajaran yang

berjudul ‘Apakah anda manusia atau anjing?’ Yang sudah membantu ribuan

orang mengerti bahwa sebagai manusia sangat berharga jauh dibandingkan

binatang. Raja neraka itu menjawab, “Betul, dia seorang guru yang baik,

tetapi dia tidak percaya pada Yesus Kristus. Itulah sebabnya dia ada di

neraka.” Saya diberi tahu untuk melihat orang lain yang ada di dalam

api

itu. Saya lihat seorang laki-laki dengan rambut panjang dililitkan

dibagian kiri kepalanya. Dia juga mengenakan jubah. Saya tanya raja

neraka “Siapa orang itu?” Dia menjawab, “Inilah yang kau sembah,

Gautama(Budha)”.

Saya sangat terganggu melihat Gautama di neraka. Saya protes, “Gautama

orang baik, mempunyai karakter moral yang baik, mengapa dia menderita

di

dalam danau api ini?” Raja neraka menjawab saya “Tak peduli bagaimana

baiknya dia. Ia ada di tempat ini karena dia tidak percaya pada Allah

yang kekal”

Saya kemudian melihat seorang yang lain yang tampaknya memakai seragam

tentara. Dia terluka di dada-nya. Saya tanya “Siapa dia?” Raja neraka

berkata “Ini Aung San, pemimpin revolusi Myanmar “. Saya kemudian

diberi

tahu, “Aung San di sini karena dia menyiksa dan membunuh orang-orang

Kristen, tapi terutama karena dia tidak percaya Yesus Kristus.” Di

Myanmar ada pepatah, “Tentara tak pernah mati, hidup terus.” Saya

diberitahu bahwa tentara neraka mempunyai pepatah “Tentara tak pernah

mati, tapi ke neraka selamanya.”

Saya amati dan melihat orang lain didanau api itu. Dia orang yang

sangat

tinggi dan memakai baju baja militer. Dia juga menyandang pedang dan

perisai. Orang ini terluka di dahinya. Orang ini lebih tinggi dari

siapapun yang pernah saya lihat. Dia enam kali panjang jarak siku

sampai

ujung jarinya waktu dia luruskan kedua lengannya , ditambah satu

jengkal

waktu dia rentangkan tangannya. Raja neraka itu berkata orang ini

namanya Goliath. Dia di neraka karena dia menghina Allah yang kekal dan

hambanya Daud. Saya bingung karena saya tidak tahu siapa itu Goliath

dan

Daud. Raja neraka berkata, “Goliath tercatat di Alkitab orang Kristen.

Kamu tidak tahu dia sekarang, tapi kalau kamu jadi Kristen, kamu akan

tahu siapa dia. Saya dibawa ke sebuah tempat di mana saya lihat orang

kaya dan miskin menyiapkan makan malam mereka. Saya tanya “siapa yang

memasak makanan untuk orang-orang itu?” Raja itu menjawab “Yang miskin

harus menyiapkan makanan mereka, tapi yang kaya menyuruh yang lain

untuk

memasak untuk mereka.” Ketika makanan sudah tersedia untuk yang kaya,

mereka duduk untuk makan. Segera setelah mereka mulai makan asap tebal

keluar. Yang kaya makan secepat sebisa mereka agar mereka tidak

pingsan.

Mereka berusaha keras untuk dapat bernafas karena asap itu. Mereka

harus

makan cepat-cepat karena mereka takut kehilangan uang mereka. Uang

mereka adalah tuhan mereka.

Seorang raja yang lain kemudian datang pada saya. Saya juga melihat

satu

mahluk yang kerjanya menjaga api di bawah danau api agar tetap panas.

Mahluk ini bertanya pada saya “Apa kamu juga akan masuk ke danau api

ini?” Saya jawab, “Tidak! saya di sini untuk hanya mengamati!” Bentuk

mahluk yangmenjaga api itu sangat menakutkan. Dia punya 10 tanduk

dikepalanya dan sebatang tombak di tangannya yang pada ujungnya ada 7

pisau tajam. Mahluk ini berkata “Kamu betul, kamu datang ke sini hanya

untuk mengamati. Saya tak temukan namamu disini”. Katanya “Kamu harus

kembali dari mana kamu datang tadi” Dia menunjukan arah pada saya

tempat

terpencil rata yang saya lewati sebelumnya waktu datang ke danau api

ini.

Keputusan Untuk Memilih Jalan

Saya jalan cukup lama, sampai saya berdarah. Saya sangat kepanasan dan

kesakitan. Akhirnya setelah berjalan sekitar 3 jam saya sampai di

sebuah

jalan yang lebar. Saya berjalan sepanjang jalan ini beberapa lama

sampai

menemukan persimpangan. Satu jalan arah kiri, lebar. Jalan yang lebih

kecil menuju ke sebelah kanan. Ada tanda disimpang itu yang berbunyi

jalan kiri untuk mereka yang tidak percaya pada Tuhan Yesus Kristus,

jalan yang lebih kecil menuju ke kanan untuk yang percaya Yesus. Saya

tertarik melihat ke mana tujuan jalan yang lebih besar itu, jadi saya

mulai melaluinya.

Ada 2 orang berjalan kira-kira 300 yard di depan saya. Saya coba

mengejar mereka agar dapat jalan bersama, tetapi sekerasnya saya coba

tak dapat mengejar mereka, jadi saya putar balik dan kembali ke simpang

jalan tadi. Saya terus perhatikan kedua orang yang berjalan tadi. Waktu

mereka mencapai ujung jalan tiba-tiba mereka ditikam. Kedua orang itu

berteriak sangat kesakitan. Saya juga menjerit keras waktu melihat apa

yang terjadi pada mereka Saya sadar akhir dari jalan yang lebih lebar

sangat berbahaya untuk mereka yang menjalaninya.

Melihat Surga

Saya mulai melangkah ke jalan Orang Percaya. Sesudah berjalan sekitar

1 jam, permukaan jalan berubah jadi emas murni. Sungguh murni

sampai-sampai waktu saya lihat kebawah saya dapat melihat bayangan saya

dengan sempurna. Kemudian saya lihat seseorang berdiri di depan saya.

Dia memakai jubah putih. Saya juga mendengar nyanyian merdu. Oh,

alangkah indah dan murninya! Sangat jauh lebih baik dan berarti

dibandingkan penyembahan yang kita dengar di gereja manapun di dunia.

Orang berjubah tersebut meminta saya berjalan bersamanya. Saya bertanya

padanya, “Siapakah namamu?” tetapi dia tidak menjawabnya. Baru sesudah

saya tanya dia 6 kali orang itu menjawab, “Saya yang memegang kunci ke

surga. Surga tempat yang sangat sangat indah. Kamu tak dapat pergi ke

sana sekarang tetapi kalau kamu mengikuti Yesus Kristus kamu dapat

pergi

ke sana sesudah hidupmu selesai di bumi”. Orang itu bernama Petrus.

Petrus kemudian meminta saya untuk duduk dan

menunjukkan pada saya sebuah tempat di sebelah utara. Peter berkata,

“Lihat ke utara dan lihatlah Allah menciptakan manusia”.

Saya melihat Allah kekal di kejauhan. Allah berkata pada seorang

malaikat, “Mari kita ciptakan manusia.” Malaikat itu memohon pada

Allah dan berkata, “Jangan menciptakan manusia. Dia akan berbuat

dosa dan mendukakan Engkau.” (dalam bahasa asli Burma berarti: “Dia

akan mempermalukan Engkau”) Tetapi Allah tetap menciptakan manusia.

Allah meniupkan nafasNya dan manusia itu hidup. Dia memberi nama

orang itu “Adam”. (catatan: agama Budha tidak percaya penciptaan

dunia atau manusia sehingga pengalaman ini sangat besar pengaruhnya

pada rahib itu).

Dikembalikan Dengan Nama Baru

Kemudian Petrus berkata, “Sekarang bangunlah dan kembalilah melalui

jalan di mana engkau datang. Katakan pada orang-orang yang menyembah

Budha dan menyembah berhala. Beri tahu mereka bahwa mereka akan pergi

ke

neraka bila mereka tidak berubah. Mereka yang membangun kuil/kelenteng

dan berhala juga akan ke neraka. Mereka yang yang memberikan

persembahan

pada para rahib untuk mendapatkan jasa untuk mereka sendiri juga akan

ke

neraka. Mereka yang menyembah rahib dan memanggil mereka “Pra” (gelar

kehormatan bagi rahib) akan ke neraka. Mereka yang menyanyi dan

memberikan hidupnya untuk berhala akan ke neraka. Mereka yang tidak

percaya Yesus Kristus akan ke neraka.

Petrus memberi tahu saya untuk kembali ke bumi dan bersaksi tentang

semua apa yang telah saya lihat. Dia juga berkata, ‘Kamu harus bicara

dengan nama yang baru. Sejak saat ini kamu harus dipanggil Athet Pyan

Shinthaw Paulu (Paulus yang kembali hidup). Saya tidak mau kembali.

Saya

ingin tinggal di surga. Seorang kemudian malaikat membuka sebuah buku.

Pertama-tama mereka mencari nama masa kecilku (Thitpin) dalam buku,

tapi mereka tak menemukannya. Kemudian mereka mencari nama yang

diberikan pada saya waktu masuk agama Budha (U Nata Pannita

Ashinthuriya),

tapi juga tidak tertulis disitu. Kemudian Petrus berkata, “Namamu tidak

tertulis di sini, kamu harus kembali dan bersaksi tentang Yesus pada

orang-orang yang beragama Budha.”

Saya berjalan kembali melalui jalan emas. Saya dengar lagi nyanyian

yang

merdu, yang tak pernah saya dengar sebelumnya. Petrus berjalan dengan

saya sampai saatnya saya kembali ke bumi. Dia menunjukkan pada saya

tangga untuk kembali ke bumi antara surga dan langit. Tangga itu tidak

sampai ke bumi, tetapi berhenti di udara. Pada saat di tangga saya

lihat

banyak sekali malaikat, ada yang naik ke surga dan ada yang turun ke

tangga. Mereka sangat sibuk. Saya tanya Petrus, “Siapakah mereka?”.

Peter menjawab, “Mereka pesuruh Tuhan. Mereka melaporkan ke surga

nama-nama mereka yang percaya Yesus Kristus dan nama-nama mereka yang

tidak percaya.” Peter kemudian memberi tahu saya, sudah waktunya untuk

kembali.

Hantu!

Tiba-tiba saya mendengar sebuah tangisan. Saya dengar ibu saya sedang

menangis, “Anakku, mengapa engkau meninggalkan kami sekarang?” Saya

juga mendengar orang-orang lain menangis. Saya kemudian sadar saya sedang

terbujur dalam sebuah peti. Saya mulai bergerak. Ibu dan ayahku

berteriak, “Dia hidup, dia hidup!” Orang lain yang agak jauh tidak

percaya. Kemudian saya taruh tangan saya di kedua sisi peti itu dan

duduk tegak. Banyak orang ketakutan. Mereka menjerit, “Hantu!” dan

berlari secepat kaki mereka membawanya. Mereka yang tertinggal, diam

dan bergemetaran.

Saya merasakan saya sedang duduk dalam cairan yang tak sedap baunya,

cairan tubuh, cukup banyak untuk dapat mengisi 3,5 gelas. Itu adalah

cairan yang keluar dari perut dan bagian dalam tubuhku ketika tubuhku

terbujur di dalam peti mati. Inilah sebabnya orang tahu bahwa saya

sudah betul-betul mati. Di dalam peti mati ini ada semacam lembaran plastik

yang ditempelkan pada kayu peti. Lembaran plastik ini untuk menampung

cairan yang keluar dari mayat, karena tubuh orang meninggal banyak

mengeluarkan cairan seperti yang saya alami.

Saya diberi tahu kemudian bahwa hanya beberapa saat lagi saya dikremasi

dalam api. Di Myanmar orang mati dimasukan kedalam peti mati, tutupnya

kemudian dipaku, dan kemudian dibakar. Ketika saya kembali hidup, ibu

dan ayahku sedang melihat tubuhku untuk terakhir kalinya. Sesaat lagi

tutup peti akan segera dipaku dan saya akan dikremasikan. Saya segera

mulai menjelaskan hal-hal yang saya lihat dan dengar. Orang-orang

merasa heran. Saya ceritakan orang-orang yang saya lihat di dalam danau api

itu, dan memberi tahu hanya orang Kristen yang tahu kebenaran, bahwa

nenek moyang kita dan kita sudah tertipu ribuan tahun! Saya beri tahu

mereka segala sesuatu yang kita percayai adalah kebohongan. Orang-orang

merasa heran sebab mereka tahu rahib macam apa saya dan bagaimana

bersemangatnya saya dalam pengajaran Budha. Di Myanmar ketika seseorang

meninggal, namanya dan umurnya ditulis disamping peti mati. Ketika

seorang rahib meninggal, namanya, umurnya dan masa pelayanannya sebagai

rahib dituliskan di samping peti mati. Saya sudah ditulis mati tetapi

seperti yang anda lihat, sekarang saya hidup!

Penutup

Sejak “Paul yang kembali hidup” mengalami kisah di atas dia tetap

menjadi saksi yang setia kepada Yesus Kristus. Para Gembala di Burma

mengabarkan bahwa dia sudah membawa ratusan rahib lain untuk beriman

kepada Yesus.Kesaksiannya jelas sekali tak berkompromi. Oleh sebab itu,

pesan dia telah menyakitkan banyak orang yang tidak dapat menerima

hanya ada satu jalan ke surga, Yesus Kristus.

Walaupun menghadapi penolakan yang sangat besar, pengalamannya sungguh

nyata sehingga ia tak pernah ragu maupun bimbang. Setelah sekian tahun

dalam lingkungan biara Budha, sebagai pengikut ajaran Budha yang setia,

beralih menyatakan Injil Kristus sesudah kebangkitannya dari mati dan

mendesak rahib yang lain untuk meninggalkan semua dewa-dewa palsu dan

menjadi pengikut Yesus dengan sepenuh hati. Sebelum sakit dan matinya

dia tidak punya pengetahuan sedikitpun tentang ke-Kristenan. Semua yang

dia dapatkan selama 3 hari dalam kematian adalah baru dalam fikirannya.

Dalam mengabarkan pesannya sebanyak mungkin pada orang-orang.

Lazarus modern ini mulai membagikan audio dan video kaset mengenai

kisahnya. Polisi serta pihak berwenang di Myanmar sudah berusaha

sekuatnya untuk mengumpulkan kaset-kaset ini dan memusnahkannya.

Kesaksian yang baru saja anda baca adalah salah satu terjemahan dari

kaset itu. Kami diberi tahu bahwa sekarang sangat berbahaya bagi warga

Myanmar untuk memiliki kaset ini. Kesaksiannya yang tak kenal takut

telah membuatnya dipenjara, di mana yang berwenang telah gagal

menawarkan dia untuk bungkam. Sesudah dilepaskan dia terus bersaksi

tentang apa yang dia lihat dan dengar.

Keberadaannya sekarang tidak jelas. Seorang nara sumber di Burma

mengatakan bahwa dia di penjara dan bahkan mungkin sudah dibunuh,

sumber lain mengabarkan bahwa dia sudah dilepaskan dari penjara

dan sedang meneruskan pelayanannya.

——————————————————————-

Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh: Tony Permana

Dari naskah dalam bahasa Inggris oleh:

Asian Minorities Outreach

P.O.Box 901

Palestine, TX 75802 U.S.A.


ARTI MELAYANI

==============

Ada kisah tentang kebaikan dan kasih yang tercecer dari antara perayaan-perayaan Natal. Semacam kisah Orang Samaria yang Baik Hati.

Kisah tentang kasih yang indah ini sayangnya tidak terjadi di gereja, tetapi

di sebuah dept. store di Amerika Serikat.

Pada suatu hari seorang pengemis wanita yang dikenal dengan sebutan

“Bag Lady” (karena segala harta bendanya hanya termuat dalam sebuah tas

yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis) memasuki sebuah dept. store yang

mewah sekali. Hari-hari itu adalah menjelang hari Natal. Toko itu dihias

dengan indah sekali. Lantainya semua dilapisi karpet yang baru dan indah.

Pengemis ini tanpa ragu-ragu memasuki toko ini. Bajunya kotor dan penuh lubang-lubang. Badannya mungkin sudah tidak mandi berminggu-minggu. Bau badan menyengat hidung.

Ketika itu seorang hamba Tuhan wanita mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko itu mengusir pengemis ini, sang hamba Tuhan mungkin dapat membela atau membantunya. Wah, tentu pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada pengemis kotor dan bau mengganggu para pelanggan terhormat yang ada di toko itu. Begitu pikir sang hamba Tuhan wanita.

Tetapi pengemis ini dapat terus masuk ke bagian-bagian dalam toko itu.

Tak ada petugas keamanan yang mencegat dan mengusirnya. Aneh ya?! Padahal,

para pelanggan lain berlalu lalang di situ dengan setelan jas atau gaun yang

mewah dan mahal.

Di tengah dept. store itu ada piano besar (grand piano) yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo, mengiringi para penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu natal dengan gaun yang indah. Suasana di toko itu tidak cocok sekali bagi si pengemis wanita itu. Ia nampak seperti makhluk aneh di lingkungan gemerlapan itu. Tetapi sang ‘bag lady” jalan terus. Sang hamba Tuhan itu juga mengikuti terus dari jarak tertentu.

Rupanya pengemis itu mencari sesuatu diba gian ‘Gaun Wanita;. Ia

mendatangi counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal bermerek dengan

harga di atas puluhan juta. Baju-baju yang mahal dan mewah! Apa yang

dikerjakan pengemis ini?

Sang pelayan bertanya, “Apa yang dapat saya bantu bagi anda?”

“Saya ingin mencoba gaun merah muda itu?”

Kalau anda ada di posisi sang pelayan itu, bagaimana respon anda?

Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik membeli baju-baju ini setelah dia pakai. Apalagi bau badan orang ini begitu menyengat, tentu akan merusak gaun-gaun itu. Tetapi mari kita dengarkan apa jawaban sang pelayan toko mewah itu.

“Berapa ukuran yang anda perlukan?”

“Tidak tahu!”

“Baiklah, mari saya ukur dulu.”

Pelayan itu mengambil pita meteran, mendekati pengemis itu, mengukur bahu, pinggang, dan panjang badannya. Bau menusuk hidung terhirup ketika ia berdekatan dengan pengemis ini. Ia cuek saja. Ia layani pengemis ini seperti satu-satunya pelanggan terhormat yang mengunjungi counternya “OK, saya sudah dapatkan nomor yang pas untuk nyonya! Cobalah yang ini!” Ia memberikan gaun itu untuk dicoba di kamar pas. “Ah, yang ini kurang cocok untuk saya.

Apakah saya boleh mencoba yang lain?”

“Oh, tentu!”

Kurang lebih dua jam pelayan ini menghabiskan waktunya untuk melayani

sang

“bag lady”. Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu gaun yang

dicobanya? Tentu saja tidak! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu jauh

dari

jangkauan kemampuan keuangannya.

Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi dengan kepala tegak

karena

ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang manusia. Biasanya ia

dipandang sebelah mata. Hari itu ada seorang pelayan toko yang

melayaninya,

yang menganggapnya seperti orang penting, yang mau mendengarkan

permintaannya.

Tetapi mengapa pelayan toko itu repot-repot melayaninya? Bukankah

kedatangan

pengemis itu membuang-buang waktu dan perlu biaya bagi toko itu? Toko

itu

harus mengirim gaun-gaun yang sudah dicoba itu ke Laundry, dicuci

bersih

agar kembali tampak indah dan tidak bau. Pertanyaan ini juga

mengganggu

sang

hamba Tuhan yang memperhatikan apa yang terjadi di counter itu.

Kemudian hamba Tuhan ini bertanya kepada pelayan toko itu setelah ia

selesai

melayani tamu “istimewa”-nya.

“Mengapa anda membiarkan pengemis itu mencoba gaun-gaun indah ini?”

“Oh, memang tugas saya adalah melayani dan berbuat baik!” “Tetapi,

anda

‘kan

tahu bahwa pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal

ini?”

“Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam posisi untuk

menilai

atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah untuk melayani

dan

berbuat baik.”

Hamba Tuhan ini tersentak kaget.

Di jaman yang penuh keduniawian ini ternyata masih ada orang-orang

yang

tugasnya adalah melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi

orang

lain. Hamba Tuhan ini akhirnya memutuskan untuk membawakan khotbah

pada

hari

Minggu berikutnya dengan thema “Injil Menurut Toko Serba Ada”.

Khotbah ini menyentuh banyak orang, dan kemudian diberitakan di

halaman-halaman surat kabar di kota itu. Berita itu menggugah banyak

orang

sehingga mereka juga ingin dilayani di toko yang eksklusif ini.

Pengemis

wanita itu tidak membeli apa-apa, tidak memberi keuntungan apa-apa,

tetapi

akibat perlakuan istimewa toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu

meningkat drastis, sehingga pada bulan itu keuntungan naik 48 %!

(Anonim)


HIDUP JADI LEBIH HIDUP

==============

Seorang pria mendatangi sang master “Guru, saya sudah bosan hidup.

Sudah

jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun

yang

saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.” Sang Master

tersenyum, “oh

kamu sakit.” ” Tidak master, saya tidak sakit, saya sehat, hanya jenuh

dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.” Seolah-olah tidak

ingin

mendengar pembelaannya, sang master meneruskan, “kamu sakit. Dan

penyakit itu sebutannya, “Alergi Hidup”. Ya kamu alergi terhadap kehidupan.

Sang guru memang benar, banyak sekali diantara kita yang alergi

terhadap

kehidupan. Kemudian tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang

bertentangan

dengan norma-norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai

kehidupan

mengalir terus, tetapi kita menginginkan status quo. Kita berhenti di

tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita

mengundan penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir

bersama kehidupan membuat kita sakit.. Yang namanya usaha pasti ada

pasang surutnya. Dalam hal berumah tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu

memang wajar, lumrah, persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi,

Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari

sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan, kemudian kita

gagal, kecewa dan menderita.

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia

mengikuti petunjukku. “demikian lanjut sang Master.

“Tidak guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh, Tidak saya tidak

ingin

hidup.” Pria itu menolak tawaran sang guru.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh, kamu betul-betul ingin mati?”

“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”

“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambil botol obat ini. Setengah botol

diminum malam ini. Setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam

delapan malam kamu akan mati dengan tenang.”

Giliran dia bingung, setiap master yang ia datangi selalu berupaya

untuk

memberikan semangatnya untuk hidup, yang satu ini aneh. Ia bahkan

menawarkan racun. Tetapi, memang ia sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya

dengan senang hati. Pulang ke rumah ia langsung menghabiskan setengah

botol racun yang disebut “OBAT” oleh master edan itu. Dan, ia merasakan

ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan

begitu rileks, begitu santai ! tinggal satu malam, satu hari dan ia akan

mati. Ia akan terbebas dari segala macam masalah. Malam ia memutuskan

untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu tidak pernah

ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.

Pikir-pikir malam terakhir ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil

makan ia bersenda gurau. Suasana sangat santai. Sebelum tidur, ia

mencium

istrinya dan membisikkan dikupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.”

Karena

malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!.

Esoknya bangun tidur ia membuka jendela kamar dan melihat keluar.

Tiupan

angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan

pagi.

Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih

tertidur.

Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuatkan dua cangkir kopi.

Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi ini adalah

pagi

terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis, sang istripun mulai

merasa

aneh sekali, “Sayang, apa yang terjadi hari ini ? selama ini mungkin

aku

salah, maafkan aku, Sayang.” Di kantor ia menyapa setiap orang,

bersalaman

dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “hari ini, Boss kita aneh

ya?”.

Dan sikap mereka pun langsung berubah. Merekapun menjadi lembut. Karena

siang ini adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba segala disekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih

toleran,

bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba

hidup

menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam lima sore, ia

menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru

sang

istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Sayang, sekali lagi aku minta

maaf,

kalau selama ini aku selalu merepotkanmu” Anak2 pun tidak ingin

ketinggalan,

“Pi, maafkan kami semua. Selama ini papi selalu stress karena perilaku

kami.”

Tiba2 sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba2 hidup menjadi sangat

indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tapi bagaimana dengan

setengah botol yang sudah Ia minum? Ia mendatangi sang guru lagi.

Melihat

wajah pria itu, rupanya sang guru langsung mengetahui apa yang telah

terjadi. “Buang saja botol itu. Isinya hanya air biasa. Kamu sudah

sembuh,

apabila kamu hidup dalam kekinian, apabila kamu hidup dalam kesadaran

bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kamu akan menikmati setiap

detik kehidupan. Leburka egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu, jadilah

lembut, selembut air. Dan mengalir bersama sungai kehidupan. Kamu tidak

akan jenuh, tidak akan bosan. Kamu akan merasa hidup. Itulah rahasia

kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami sang guru, lalu pulang

kerumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon ia masih

mengalir terus, ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah

sebabnya,

ia selalu bahagia. Selalu tenang, selalu HIDUP!

What ever you want to do, do it now! There are only so many tomorrows”

(Michael London)


JOHN SUNG

==============

Pendeta ini berpenampilan unik. Ia kurus kecil. Rambutnya pendek dan

selalu terurai di dahi. Mukanya pucat dan selalu menunduk. Ia selalu

berpakaian kemeja putih sederhana model Tiongkok kuno. Ia tidak suka

tersenyum sana sini atau berbasa-basi. Sifatnya ketus dan menyendiri. Ia

pemalu. Tapi kalau berkotbah, tiba-tiba ia menjelma menjadi nabi yang

berapi-api. Orang datang berduyun-duyun sampai gedung gereja melimpah ruah.

Itulah Dr. John Sung dari Tiongkok yang membuat ratusan ribu orang

Indonesia pada tahun1935 s/d 1939 menerima Injil Kristus.

Siapa John Sung ? Ia lahir dengan nama Sung Siong Geh pada tahun 1901

di sebuah desa miskin di propinsi Fukien di Tiongkok Tenggara. Ayahnya

pendeta Gereja Metodis. Ibunya buruh tani. Mereka sekeluarga bertubuh

lemah dan sering sakit.

Sejak kecil Sung sudah berwatak unik. Ia gesit dalam segala hal. Ia

keras kepala dan tidak bisa sabar. Ia mudah marah. Ia sering memberontak

kepada ayahnya. Ia pernah menjatuhkan diri ke sumur. Ia pernah

menabrakkan ke buyung besar sehingga buyung itu hancur. Setiap kali ia dicemeti

ayahnya ia tidak pernah menangis, ia malah heran bahwa justru ayahnya

yang menangis setelah itu.

Sung tampak lebih unik lagi di sekolah. Kecedasannya melewati batas

wajar. Ia bisa mengingat tiap kata dari tiap buku yang dibacanya. Ia sudah

hafal kitab Mazmur, Amsal dan kitab kitab Injil. Ia suka menulis

karangan yang menentang penjajah Jepang. Ia suka ikut ayahnya melayani

kebaktian di desa desa lain. Kalau ayahnya sakit, Sung yang baru berusia 12

tahun sudah bisa menggantikan ayahnya menjelaskan Alkitab dari atas

mimbar.

Pada usia 18 tahun Sung berlayar ke Amerika karena mendapat beasiswa

bintang pelajar di seluruh propinsi. Ia belajar kimia di Wesleyan

University di Ohio. Untuk ongkos hidup ia bekerja sebagai pembersih sampah dan

pembersih mesin pabrik. Ia lulus sebagai mahasiswa nomor satu. Surat

kabar di Amerika dan Eropa melaporkan prestasi jenius ini.

Namun, Sung tetap gelisah mencari arti hidup. Apa faedah hidupku bagi

orang lain ? Apa kehendak Tuhan dalam hidupku ? Ia bangun pukul 4 setiap

pagi untuk mencari kedekatan dengan Tuhan. Ia sering merenungkan cinta

Tuhan Yesus memberi makan ribuan orang menurut Matius 14: 13-21. Anak

kecil dalam cerita itu memberi lima roti dan dua ikan. Apa yang aku

punya untuk

diberikan kepada TUHAN ? Aku punya sepuluh jari tangan dan sepuluh jari

kaki. Itu bisa aku berikan ! tetapi bagaimana caranya ? Sung termenung

memikirkan nasihat Rasul Paulus : “.supaya kamu mempersembahkan tubuhmu

sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada

Allah . ” ( Roma 12 : 1 )

Sementara itu study Sung berjalan terus. Ia diterima di Ohio State

University. Program Master of Science ditempuhnya hanya dalam sembilan

bulan, padahal ia bersekolah sambil bekerja sebagai pemotong rumput di

jalan dan akktif dalam gerakan mahasiswa menentang diskriminasi rasial.

Sesudah itu Sung masuk ke program doktor. Persyaratan bahasa Perancis

dan Jerman dipenuhinya dengan belajar sendiri cukup dalam satu bulan. Ia

lulus dengan gemilang dan menjadi Doktor ilmu kimia hanya dalam tiga

semester. Semua surat kabar Amerika dan Eropa mencatat rekor jenius ini.

Banyak perusahaan raksasa menawarkan lowongan kepada Sung. Bahkan

pemerintah Jerman membujuk dia untuk mengembangkan riset teknologi roket.

Sung menolak semua tawaran itu. Lalu ia masuk sekolah teologi. Program

tiga tahun di Union Theological Seminary di New York ditempuhnya dalam

waktu satu tahun. Namun sementara itu tubuhnya semakin lemah dengan

penyakit asma; paru paru, jantung dan khususnya mata.

Pada suatu siang Sung mengalami gangguan mental. Ia dirawat di rumah

sakit jiwa. Selama 193 hari di rumah sakit itu ia menelaah 1.189 pasal

alkitab dari Kejadian 1 sampai Wahyu 22 sebanayak 40 kali dengan 40 sudut

eksegese yang berbeda. Ia keluar rumah sakit sambil membawa 40 naskah

eksegese dalam bahasa Inggris dan mandarin.

Di dekolah teologi Sung membuat keputusan untuk mengkristalkan

pergumulan spiritualitasnya dalam bentuk meninggalkan ilmu kimia lalu

menyerahkan jari tangan dan kaki serta kedua tekinga, mata, tangan dan kakinya

untuk memperkenalkan Injil di Asia. Ia tahu bahwa sebagai kimiawan pun

bisa menjadi saksi Kristus, namun ia memilih jalan lain.

Tahun 1927 Sung pulang ke Tiongkok. Ia langsung bergiat dalam

perkabaran Injil dan pembinaan kader kader awam sebagai pemberita Injil.

Sepanjang tahun ia terus berpergian. Sebab itu, ia tidak mau menikah. Namun

adat kuno keluarga mewajibkan dia menikah dengan seseorang yang belum

dikenalnya sama sekali. Dari pernikahan ini lahir lima orang anak, namun

Sung hampir tidak mengenal anak anaknya ini. Kemudian Sung mulai

mengabarkan Injil ke negara negara Asia. Pada tahun 1939 ia beberapa kali

datang ke Indonesia. Acara pemberitaan Injil ini disebut Serie Meeting yang

terdiri dari 22 pemahaman Alkitab atau kotbah tiap

pagi, petang dan malam selama tujuh hari. Serie Meeting ini diadakan di

Surabaya, Madiun, Solo, Magelang, Purworejo, Yogyakarta, Cirebon,

Bandung, Bogor, Jakarta, Makasar, Ambon dan Medan. Kotbahnya diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pokok pembahasannnya bersambung.

Cara penyampaiannya jelas, sederhana dan memikat. Ia sering menggunakan

papan tulis dan alat peraga. Sasarannya adalah orang orang yang belum

pernah mendengar berita Injil.

Hasilnya memang luar biasa. Ribuan orang dengan setia mengikuti 22

pertemuan itu. Pada tiap pertemuan ribuan Alkitab, nyanyian rohani dan buku

renungan terjual habis. Di tiap kota, gereja-gereja membentuk komite

tindak lanjut karena ribuan orang mendaftar untuk mengikuti katekese.

Watak Sung sejak masa kecilnya tetap tampak. Ia serba cepat dan tidak

sabar. Ketika memasuki ruang yang gaduh ia langsung menggebrak meja

sambil berteriak, “Apa ini ruang ibadah atau gedung komedi?” Di tempat ia

menginap dituntutnya suasana sunyi. Ia meminta seisi rumah itu bangun

pukul 4 pagi dan berdoa untuk pertemuan Serie Meeting hari itu. Ia

menolak pemberian atau hadiah dalam bentuk apapun. Kalau diajak mengobrol

atau berbasa basi ia langsung menegur dengan ketus, “Jangan ganggu pikiran

saya!”

Kekuatan tubuh Sung semakin rapuh. Perang dunia dan kemiskinan yagn

melanda Tiongkok menekan dia. Berkali kali ia masuk rumah sakit untuk

pengobatan dan pembedahan. Pad tahun 1944 dalam usia 42 tahun Sung

meninggal dunia. Di kalangan akademik ia dikenang sebagai kimiawan jenius calon

pemenang hadiah Nobel untuk ilamu kimia. Namun, dihati banyak orang

lain ia dikenang sebagai pembawa berita Injil.

Generasi masa kini gereja di Indonesia tidak mengenal John Sung. Tetapi

sebenarnya banyak diantara kita merupakan buah dari benih Injil yang

ditaburkan Sung kepada generasi generasi pendahulu kita. Ayah dan ibu

saya pertama kali mendengar berita Injil pada Serie Meeting John Sung di

Bandung pada tahun 1939. Ketika itu saya masih berada dalam kandungan

lima bulan. Kemudian ketika masa remaja saya diberi buku oleh seorang

zendeling yang pulang ke Belanda, yaitu Cornela Baarbe. Buku itu adalah

karangannya sendiri. Isinya tentang John Sung. Judulnya Dr. Sung – Een

Reveil op Java terbitan Voorhoeve Den Haag. Zendeling ini dulunya adalah

komite penyelenggara Serie Meeting John Sung. Lalu zendeling itu dengan

perasaan haru memberikan kepada saya sehelai potret John Sung yang

ditandatangani sendiri oleh John Sung. Karangan ini saya tulis sambil

memandangi potret itu.

Oleh : DR. Andar Ismail

Dalam buku “Selamat Berkembang”

33 renungan tentang spiritualitas

BPK Gunung Mulia – 2003

About Admin

Kontak Person: Rai Utama, Mobile Phone 081337868577 email; igustibagusraiutama@gmail.com

Posted on January 8, 2009, in Uncategorized and tagged . Bookmark the permalink. 6 Comments.

  1. kesaksian yang luar biasa..

    praise God..

  2. Nunung Nugroho

    thakz God…
    saya sangat diberkati dengan kesaksian2 diatas
    s’gala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yg dasyat!!!

  3. wetz…mantapz….
    z jdi dapt inspirasi baru lagi…
    thnk’s…

  1. Pingback: Renungan & Kesaksian Kristen :: Ilustrasi dan Renungan :: January :: 2009

Leave a reply to anto Cancel reply