Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini ia akan memeliharanya untuk hidup kekal

“Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini ia akan memeliharanya untuk hidup kekal”

(2Kor 9:6-10; Yoh 12:24-26)

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa” (Yoh 12:24-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Laurensius, diakon dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Ketika gubernur memerintahkan supaya ia menyerahkan keuangan keuskupan, Larensius mengumpulkan para fakir miskin dan menjawab ‘Tuanku, inilah harta kekayaan Gereja!’. Seketika itu juga ia dibakar hidup-hidup di atas pemanggangan” (Yayasan Cipta Loka Caraka: Ensiklopedi Orang Kudus, hal 191).. Tugas diakon pada waktu itu antara lain memang mengurus atau mengelola harta benda Gerejawi. Harta benda Gerejawi antara lain adalah harta benda yang dimiliki atau dikuasai oleh badan publik Gerejwi seperti keuskupan/paroki, yayayan-yayasan pendidikan, kesehatan dan sosial. Harta benda tersebut berasal dari Umat Allah yang telah rela memperembahkan sebagian harta kekayaannya bagi orang lain. Pada umumnya mereka yang rela mempersembahkan sebagian harta kekayaannya adalah mereka yang sungguh beriman, dimana cara hidup dan cara bertindaknya dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan alias menghayati semangat kemartiiran dalam hidup sehari-hari, atau ‘tidak mencintai nyawanya di dunia ini’. Dalam hukum Gereja dikatakan bahwa harta benda Gerejawi hendaknya difungsikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan ibadat, hidup para klerus serta pembantu-pembantunya serta karya amal kasih bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang bertugas mengururus atau mengelola harta benda Gerejawi, entah di keuskupan/paroki atau yayasan-yayasan untuk memfungsikan harta benda atau uangnya demi pembinaan iman umat serta amal kasih bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Dengan kata lain hendaknya para pengelola atau pengurus harta benda/uang bersikap mental sosial, tidak korupsi dan hanya mementingkan keinginan sendiri. Pengelolaan atau pengurusan harta benda atau uang dengan baik, jujur, tertib, disiplin, teratur, dst… pada masa kini rasanya dapat menjadi bentuk penghayatan kemartirnan hidup beriman. Urus dan kelolalah harta benda/uang sesuai dengan prisnip ‘intentio dantis’/’maksud pemberti’: harta benda/uang keuskupan/paroki demi hidup umat Allah, harta benda/uang yayasan demi semakin marak, menarik dan memikat pelayanan yang dijalankan oleh yayasaan,, dst..

· “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor 9:6-7). “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukahati”, kutipan inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Hidup dan segala sesuatu yang menyertaii hidup kita atau yang kita kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, yang kita terima melalui orang lain atau sesama kita yang telah ‘memberi dengan sukacita’, tanpa paksaan. Maka selayaknya dan sepantasnya jika hidup dan segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai sampai saat ini, misalnya kesehatan, keterampilan, kecerdasan, aneka sarana-prasarana, uang, relasi, dst.. kita persembahkan kepada Allah seutuhnya melalui saudara-saudari atau sesama kita. Semakin memberi atau mempersembahkan diri lebih banyak, maka juga akan memperoleh anugerah lebih banyak. Dengan kata lain marilah kita saling memberikan diri atau mempersembahkan diri satu sama lain di dalam hidup sehari-hari, dalam cara hidup dan cara bertindak kita dengan rela hati dan sukacita. Jauhkan aneka macam bentuk keserakahan akan harta benda atau uang, misalnya ‘menumpuk atau menyimpan harta benda/uang untuk tujuh turunan’, sehingga cukup banyak orang tidak memperoleh bagian alias menjadi miskin dan berkekurangan. Sekiranya tidak ada orang serakah, rasanya di dunia ini tidak akan ada lagi yang miskin dan berkekurangan, kurang makan dan minum atau menjadi gelandangan. Semoga mereka yang serakah dengan rela hati bertobat, dan hidup sederhana, tidak berfoya-foya.

“ Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya. Sebab ia takkan goyah untuk selama-lamanya; orang benar itu akan diingat selama-lamanya. Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN. Hatinya teguh, ia tidak takut, sehingga ia memandang rendah para lawannya”(Mzm 112:5-8) .

Jakarta, 10 Agustus 2009

About Admin

Kontak Person: Rai Utama, Mobile Phone 081337868577 email; igustibagusraiutama@gmail.com

Posted on August 10, 2009, in Uncategorized and tagged , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment